Monday 27 October 2014

Perjalanan ke Air Terjun Bekor Nangahale NTT


Perahu melaju pelan membelah perairan Pangabatang menuju ke Tanjung Darat. Inilah daratan paling dekat yang paling mungkin saja kucapai dengan perahu nelayan kecil seperti ini. Pak Sartono berniat memutar perahunya agar mempermudah saya mengambil gambar keadaan perairan yang bening serta dipenuhi koral serta ikan warna-warni. Tidak berapakah lama perahu kami masuk lokasi bakau serta mendarat di suatu cerukan dalam diantara bakau. Waktu di laut saya sendiri tak dapat mengetahui di mana kita dapat mendarat lantaran selama pantai yang terlihat yaitu bakau saja. Selepas di darat, saya mengambil keputusan naik ojek ke arah Likong.

Air terjunnya mengalir kecil di musim panas

Sesuai sama info yang saya terima dari salah seseorang kerabat pak Sartono yang saat ini bekerja di Dinas Pendidikan di daerah Nangahale ada satu air terjun yang menurut mereka menarik. Mereka sendiri tidak paham nama air terjun itu tetapi mereka menyebutkan nama pak Blasius yang umum jadi pengantar tamu bila mau ke air terjun itu. Serta saat ini nama pak Blasius di dusun Likong jadi arah maksudku.

Seputar sepuluh jam diatas motor melewati jalur jalan yang semakin banyak berbentuk tanah, pada akhirnya ojek dapat meraih jalan raya. Sepuluh menit selanjutnya ojek yang saya tumpangin hingga ke daerah Likong. Ingat ya bacangnya Likong,Berbekal info nama Blasius, saya diantar seseorang anak kecil masuk ke gang kecil sampai ke suatu rumah kecil dan simpel. Waktu mengatakan namaku, pak Blasius masih tetap terlihat kebingungan tetapi jadi terang waktu saya mengatakan nama pak Aswadi yang pernah bekerja jadi guru disini. Sayangnya hari Minggu ini beliau tengah ada kepentingan keluarga hingga tak mungkin saja mengantarku. Waktu saya minta dia tunjukkan arahnya saja, dia katakan bila jalurnya barusan di buka serta tak gampang untuk dilewati. Dia takut saya tersesat lantaran belum ada jalan kesana, barusan ada jalan di buka namun hanya untuk pekerjaan pembangunan reservoir oleh PDAM yang bakal memakai air terjun di situ. Untungnya pak Blasius tawarkan supaya anaknya Rikardus yang bakal menolong mengantarku ke air terjun. Saya sepakat lantaran anaknya juga yang menolong waktu ada obeservasi lapangan oleh suatu tim sekian kali. Saya luangkan beli pisang molen goreng serta minuman lantaran memanglah saya belum makan dari pagi terkecuali kue-kue kering waktu di Pangabatang.

Sembari jalan, saya dengarkan narasi Rikardus perihal semula air terjun ini diketemukan serta keadaan asli ke tempat itu. Tuturnya, air terjun ini diketemukan oleh orang kampung Likong Gethe yang tengah hilang ingatan. Dia lah yang memberi tahu masyarakat bila ada air terjun di sana. Tuturnya pulau, orang hilang ingatan itu pada akhirnya pulih. Mereka menamai air terjun ini Bekor (ingat Bekor, janganlah salah lagi mengeja Boker... lain bangeetttt). Rikardus sendiri sekian kali temani beberapa orang yang lakukan survey ke air terjun ini yang tuturnya ingin di buat juga sebagai sumber air bersih. Dia juga kerap temani rombongan tamu yang mau ke air terjun. Dahulu tuturnya nyaris setiap minggu dia dapat bolak balik mengantar tamu ke air terjun, tetapi tak tahu mengapa th. ini belum ada lagi orang yang ingin berkunjung ke air terjun ini.

Jalur sungai dengan tebing curam

Dari Likong, Rikardus pilih mengajakku mengunakan jalan potong lewat kebun jagung serta kelapa punya masyarakat. Menurut dia jarak dari Likong Gethe (itu nama komplit kampungnya) ke air terjun Bekor seputar 4, 5 km. Tak tahu apakah itu jarak benar atau kurang lebih. Disini bila orang telah menyampaikan 1 km terkadang bila ditempuh 3 km juga belum hingga hahaha jadi janganlah suka dahulu bila mendengar jaraknya dekat terkecuali telah merasakannya sendiri.

Perjalanan sendiri seperti yang saya sangka tak mulus lantaran mesti melalui sungai. Berarti bila musim hujan, air terjun ini sangatlah susah dilewati. Di sebagian tempat saya lihat pipa-pipa yang terpasang di selama tepi sungai namun masih tetap belum terhubung seluruhnya. Pemasangan pipa ini dapat menguntungkanku lantaran sebagian jalan jadi tak terlampau menanjak. Menurut Rikardus, saat sebelum di buat jalan ini, keadaan menuju air terjun termasuk tambah lebih susah. Bahkan juga terdapat banyak titik yang kita mesti melalui bukit sembari jalan merambat lantaran tak ada jalan cuma berbentuk sisa jalan yang kondisinya tanahnya miring. Tidak terhitung berapakah kali saya serta Rikardus melalui sungai. Untung aliran airnya kecil jadi gampang kami lalui. Tetapi dari aliran airnya saya malah berprasangka buruk bila air terjun Bekor ini seperti air terjunnya biasanya di NTT yang debitnya di saat musim hujan serta musim kering sangatlah jauh.


Aliran air terjun yang turun banyak di musim kemarau

Tak tahu berapakah jam saya jalan saya sendiri telah lupa, bahkan juga saya tidak pernah menengok arlojiku. Perjalanan yang perlu menembus rimba ini melenakanku. Sekian kali saya mesti masuk ke rimba yang tuturnya adalah rimba yang nyaris tak pernah dijamah orang-orang. Jalan menuju air terjun memanglah naik turun bukit, tetapi arahnya semakin menanjak. Di km. paling akhir kami tak dapat lagi melalui sungai lantaran sungai lebih dipenuhi batu-batu besar yang bakal susah untuk dilalui. Untungnya jalan paling akhir yang dulunya paling susah berbentuk jalan miring dengan bergerak merayapi bukit telah tak ada jadi jalan tanah yang baru di buat. Namun keadaan jalan ini cuma dapat dilewati dengan jalan kaki, bila dengan motor trail mungkin saja masih tetap dapat walaupun juga tak mungkin saja hingga ke air terjun juga.

Sesungguhnya saat sebelum hingga di air terjun kami juga melalui sungai yang mengalir sumber air panas. Sumber air panas ini tak besar cuma berbentuk 2 pipa bambu yang menancap di dinding. Air dari bambu ini mengalirkan air panas. Di titik kelokan paling akhir juga ada tebing batu kering yang tuturnya juga bila musim hujan beralih jadi air terjun. Berarti bila musim hujan banyak air terjun di daerah ini walaupun saya tidak memikirkan bagaimanakah dapat ke sana bila musim hujan.

 Pesona Keindahan Air Terjun Bekor, Nangahale - Dari tepi sungai tidak terlihat air terjun cuma tampak trap-trap air mengalir lantaran air terjunnya sendiri terhambat oleh pohon-pohon. Sesudah turun melalui sungai serta naik ke atas trap-trap air mengalirnya barulah terlihat panorama air terjun yang tingginya mungkin saja seputar 30 meteran. Dari dinding batu kapur yang ada nampaknya air terjun disini pada saat musim hujan cukup lebar, tetapi sekarang ini cuma ada 2 titik air terjun itu juga air terjunnya tak deras sedang tiga dinding batu di sekelilingnya telah jadi kering.

Situasi seputar air terjun merasa sejuk terlebih pohon-pohon rindang di sekitarnya. Saya pernah singgah mandi disumber air panasnya. Seputar jam 2 siang saya telah kembali ke dusun Likong. Saya cuma berhenti sebentar di batas paling akhir rimba untuk sesaat minum serta makan gorengan meskipun sesungguhnya kaki telah merasa kebal.

Dari Likong saya naik ojek dengan cost 50rebu meskipun setelah tiba tukang ojeknya minta lebih untuk duit bensin lantaran setelah tiba kota baru sadar bila nyatanya jauh... hahaha ada-ada saja, mereka yang orang asli masak tidak tau jarak dari Likong ke kota Maumere. Pada akhirnya saya lebih duit 7rebu lantaran hanya itu duit kecil yang tersisa di kantongku.

Sesungguhnya pada saat yang sama, rekan-rekan dari Mofers Photography juga tengah lakukan perjalanan ke air terjun Murusobe yang tambah lebih besar debitnya serta lebih tinggi. Tetapi sayang saya memanglah mau ke Pangabatang hingga ajakan ke Murusobe terlewati. Tidak apalah, yang utama satu saat kelak saya dapat juga singgah ke Murusobe.